Powered By Blogger

Jumat, 28 Oktober 2011

Ketika Pemuda Bersumpah



Ketika Pemuda Bersumpah
Oleh: Suyadi

“Kami putera dan puteri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kami putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia.
Kami putera dan puteri Indonesia menjunjung  bahasa persatuan, bahasa Indonesia”
            Kutipan di atas masih meninggalkan jejak sejarah bagi bangsa kita yang besar ini. Tekad para pemuda dan pemudi saat itu menggelorakan semangat nasionalisme, menjangkiti hampir setiap sanubari pemuda pemudi negeri ini. Hasilnya sebuah kemerdekaan yang menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kebahagiaan bersama. Untuk memasuki pintu gerbang kemerdekaan yang mampu menyejahterakan rakyat itu masih diperlukan usaha yang tidak kalah dahsyatnya dengan perjuangkan menghadirkan kemerdekaan baik secara yuridis maupun secara de facto. Diperlukan intelektualitas yang handal agar masing-masing rakyat bisa dan mampu menikmati kemerdekaan (baca: kesejahteraan) secara adil dan merata. Makna kemerdekaan saat ini lebih cenderung mengarah kepada pencapaian kesejahteraan setiap warga Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.
Pertanyaan yang sering menggelayuti pikiran penulis adalah apakah pemerintah kita mampu memberikan pendidikan yang adil dan merata agar kesejahteraan setiap individu di negeri yang kaya sumber daya alam ini dapat dinikmati secara adil dan merata? Sangat diyakini bahwa tingkat kecerdasan individu akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan secara individu pula. Dengan modal pengetahuan yang bersifat aflikatif individu yang bersangkutan mempunyai tanggungjawab moral dalam memenuhi kebutuhan individu. Sayangnya pencapaian tingkat kecerdasan itu pun masih harus diperjuangkan hingga tetes darah yang penghabisan, ia tak mudah dicapai hanya dengan peralihan kepemimpinan dari satu pemimpin ke pemimpin lainnya. Terlebih lagi ketika kepemimpinan itu dikerumuni virus-virus koruptif yang menggerogoti setiap persendian kehidupan berbangsa dan bernegara hingga menyebabkan pemeritahan “lesu darah”, tak bergairah menyejahterakan rakyat.

Reformasi Pemuda
            Ketika rezim Orde Baru yang represif itu tak kunjung mampu menyejahterakan rakyat dan terus menerus membelenggu kehidupan asasi rakyatnya, pemuda bangkit. Pemuda yang dimotori oleh para mahasiswa bergejolak, menyatukan tekad, menggelorakan perubahan dibawah bendera reformasi yang menekankan pada perubahan mendasar pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara terkordinasi gerakannya mewabah ke seantero negeri ini, hasilnya, Soeharto lengser dan menggulirkan Orde Reformasi hingga saat ini.
            Orde Reformasi telah dan masih bergulir namun praktek-praktek kolusi, koruptif dan nepotif belum berhasil ditumbangkan oleh gerakan pemuda. Bahkan tragisnya baru satu sendi kehidupan berbanga yang berhasil melakukan reformasi, menarik TNI dari praktik-praktik politik praktis. Sementara tuntutan yang lainnya masih mengambang dan bahkan ada yang terus tumbuh dan berkembang, beranak-pinak seperti kasus korupsi yang menjamur, penegakan hukum yang hemaprodit, keadilan yang tidak adil. Arus korupsi yang dulu dikuasai oleh eksekutif saat ini menyebar pada yudikatif bahkan legislatif yang menjadi tulang punggung rakyat. Rakyat semakin merintih. Rakyat merindukan gerakan pemuda untuk mendongkel kembali ketidakbecusan dalam mengurus negeri ini yang telah dilakukan oleh para oknum yang menunggangi Orde Reformasi ini.
            Dibutuhkan tidak hanya sepuluh pemuda yang mempunyai hati nurani untuk mendongkel kebobrokan yang terjadi saat ini. Ribuan pemuda sangat dibutuhkan untuk menggantikan kepemimpinan yang hanya mementingkan diri sendiri, memperkaya kelompok sendiri, menumpuk kekayaan pada keluarga sendiri sementara rakyat dibiarkan berjuang meraih kesejahteraan sendiri, memupuk kecerdasan dengan gizi yang jauh dari standar minimal, memenuhi kebutuhan dengan lumuran darah kental akibat seringnya berbenturan dengan aparat.
Bulan Oktober merupakan bulannya bagi para pemuda Indonesia untuk kembali memupuk kesadaran bahwa negeri ini membutuhkan pemuda yang benar-benar memahami penderitaan rakyat lalu mengobatinya. Bangkitkan kembali jiwa mendobrak demi menuju suatu kehidupan bangsa yang lebih baik.
Rakyat menyakini dengan segenap hati; ketika para pemuda dengan ikhlas bersumpah, bersatu dan berjuang demi memperjuangkan kepentingan rakyat disana akan tercapai tujuan bersama. Seperti kutipan di awal tulisan ini, Sumpah Pemuda dicetuskan 83 tahun lalu, hasilnya kemerdekaan Indonesia dengan persatuan dan kesatuan yang hingga saat ini masih utuh. Begitu pun dengan Orde Reformasi, berhasil digulirkan meskipun masih sebagian dari tuntutan yang berhasil diraih, namun konsistensi para pemuda untuk terus menerus berjuang mencapai seluruh tujuan itu masih tetap dibutuhkan.
“Melalui konsistensi pada arus Reformasi tetaplah bersumpah hai pemuda Indonesia untuk menumbangkan setiap kezaliman yang kasat mata dihadapan kita”.

Suyadi: Alumnus University of Pune India
Dosen Sastra Inggris pada ABA NH Jambi

Published on Jambi Ekspres, Friday, October 29 2011
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar